KONTEKS TUGAS DAN EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR
Penegasan Konteks Tugas Konselor
Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur Pendidikan
formal telah dipetakan secara tepat dalam Kurikulum 1975, meskipun ketika itu
masih dinamakan pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan, yang diposisikan
sejajar dengan pelayanan Manajemen Penidikan, dan pelayanan di bidang
pembelajaran yang dibingkai dalam Kurikulum, Akan
tetapi, dalam Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi, pelayanan Bimbingan
dan Konseling diletakkan sebagai bagian dari kurikulum yang isinya dipilah
menjadi (a) kelompok mata pelajaran, (b) muatan lokal, dan (c) Materi
Pengembangan Diri, yang harus “disampaikan” oleh Konselor kepada peserta didik.
Haruslah dihindari dampak yang membawa
Konselor yang tidak menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan, ke
dalam wilayah pelayanan Guru yang menggunakan mata pelajaran sebagai konteks
pelayanan.
Dengan kata lain, sesungguhnya
penanganan pengembangan diri lebih banyak terkait dengan wilayah
pelayanan guru, khususnya melalui pengacaraan berbagai dampak pengiring (nurturant effects) yang relevan, yang dapat dan oleh
karena itu perlu, dirajutkan ke dalam pembelajaran yang mendidik yang
menggunakan mata pelajaran sebagai konteks pelayanan. Meskipun demikian, Konselor
memang juga diharapkan untuk berperan serta dalam bingkai pelayanan yang
komplementer dengan layanan guru, bahu-membahu dengan Guru termasuk dalam
pengelolaan kegiatan ekstra kurikuler. Persamaan, keunikan, dan
keterkaitan antara wilayah layanan, konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru
dengan wilayah pelayanan, konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor dapat
digambarkan seperti tampak pada Gambar 3, di mana Materi Pengembangan Diri
berada dan merupakan wilayah komplementer antara guru dan konselor.
Ekspektasi
kinerja koselor dikaitkan dengan jenjang pendidikan
Meskipun sama-sama berada dalam jalur pendidikan formal,
namun perbedaan rentang usia peserta didik pada tiap jenjang memicu tampilnya
kebutuhan layanan Bimbingan dan Konseling yang berbeda-beda pada tiap jenjang
pendidikan, namun batas ragam kebutuhan antara jenjang yang satu dengan jenjang
yang lain tidak terbedakan sangat tajam yang tergambar sebagai gair. Dengan
kata lain, batas perbedaan antar jenjang tersebut lebih merupakan suatu
wilayah. Di pihak lain, perbedaan yang lebih signifikan, juga nampak pada pada sisi
pengaturan birokratik, seperti misalnya di Taman Kanak-kanak sebahagian besar tugas Konselor ditangani langsung oleh Guru Kelas
Taman Kanak-kanak. Sedangkan di jenjang Sekolah Dasar, meskipun memang ada
permasalahan yang memerlukan penanganan oleh Konselor, namun cakupan
pelayanannya belum menjustifikasi untuk ditempatkannya posisi struktural
Konselor di tiap Sekolah Dasar, sebagaimana yang diperlukan di jenjang Sekolah
Menengah. Berikut ini, digambarkan secara umum perbedaan ciri khas ekspektasi
kinerja Konselor di tiap jenjang pendidikan.
1.
Jenjang Taman Kanak-kanak. Di jenjang Taman
Kanak-kanak di tanah air tidak ditemukan posisi struktural bagi Konselor. Pada
jenjang ini fungsi bimbingan dan konseling lebih bersifat preventif dan
developmental. Secara programatik, komponen kurikulum bimbingan dan konseling
yang perlu dikembangkan oleh konselor jenjang Taman Kanak-kanak membutuhkan
alokasi waktu yang lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan oleh siswa
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebaliknya, pada jenjang TK komponen individual student planning (yang terdiri dari: pelayanan
appraisal, advicement, transition planning) dan responsive services (yang berupa pelayanan konseling dan
konsultasi) memerlukan alokasi waktu yang lebih kecil. Kegiatan konselor
di jenjang Taman Kanak-kanak dalam komponen responsive services, dilaksanakan terutama untuk
memberikan pelayanan konsultasi kepada guru dan orang tua dalam mengatasi
perilaku-perilaku disruptive siswa Taman Kanak-kanak.
2.
Jenjang Sekolah Dasar.
Sampai saat ini, di jenjang Sekolah Dasar pun juga tidak ditemukan posisi
struktural untuk Konselor. Namun demikian, sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik usia Sekolah Dasar, kebutuhan akan pelayanannya bukannya tidak
ada, meskipun tentu saja berbeda dari ekspektasi kinerja Konselor di jenjang
Sekolah Menengah dan jenjang perguruan tinggi. Dengan kata lain, konselor juga
dapat berperan serta secara produktif di jenjang Sekolah Dasar, bukan dengan
memosisikan dari sebagai fasilitator pengembangan diri peserta didik yang tidak
jelas posisinya, melainkan mungkin dengan memosisikan diri sebagai Konselor
Kunjung yang membantu guru Sekolah Dasar mengatasi perilaku mengganggu (disruptive
behavior), antara lain dengan pendekatan Direct Behavioral Consultation.
3.
Jenjang Sekolah
Menengah. Secara hukum, posisi konselor di tingkat sekolah menengah telah ada
sejak tahun 1975, yaitu sejak diberlakukannya Kurikulum Bimbingan dan
Konseling. Dalam sistem pendidikan di Indonesia konselor di sekolah menengah
mendapat ”tempat yang cukup leluasa”. Peran konselor, sebagai salah satu
komponenstudent support services, adalah men-support perkembangan
aspek-aspek pribadi-sosial, karier, dan akademik siswa, melalui pengembangan
menu program (1) bimbingan dan konseling, pembantuan kepada siswa dalam individual student planning, pemberian
layanan responsive (2) serta pengembangan system support. Pada
jenjang ini, konselor menjalankan semua fungsi bimbingan dan konseling, yang
meliputi fungsi preventif, developmental, maupun fungsi kuratif.
4.
Jenjang Perguruan
Tinggi. Meskipun secara struktural posisi konselor perguruan tinggi belum
tercantum dalam sistem pendidikan di tanah air, namun bimbingan dan konseling
dalam rangka men”support” perkembangan personal, sosial, akademik, dan karier
mahasiswa dibutuhkan. Sama dengan konselor pada jenjang pendidikan TK, SD, dan
SM; konselor perguruan tinggi juga harus mengembangkan dan
mengimplementasikan kurikulum bimbingan dan konseling, individual
student planning, dan responsive services, serta system
support. Namun, alokasi waktu yang digunakan konselor perguruan tinggi
lebih banyak pada pemberian bantuan dalamindividual student career
planning dan penyelenggaraan responsive services.
Keunikan dan Keterkaitan Tugas Guru dan
Konselor
Tugas-tugas pendidik untuk mengembangkan
peserta didik secara utuh dan optimal sesungguhnya merupakan tugas bersama yang
harus dilaksanakan oleh guru, konselor, dan tenaga pendidik lainnya sebagai
mitra kerja, sementara itu masing-masing pihak tetap memiliki wilayah pelayanan
khusus dalam mendukung realisasi diri dan pencapaian kompetensi peserta didik.
Dalam hubungan fungsional kemitraan antara konselor dengan guru, antara lain
dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan (referal). Masalah-masalah
perkembangan peserta didik yang dihadapi guru pada saat pembelajaran dirujuk
kepada konselor untuk penanganannya, demikian pula masalah yang ditangani
konselor dirujuk kepada guru untuk menindaklanjutinya apabila itu terkait
dengan proses pembelajaran bidang studi. Masalah kesulitan belajar peserta
didik sesungguhnya akan lebih banyak bersumber dari proses pembelajaran itu
sendiri. Ini berarti bahwa di dalam pengembangan dan proses pembelajaran
bermutu, fungsi-fungsi bimbingan dan konseling perlu mendapat perhatian
guru, dan sebaliknya, fungsi-fungsi pembelajaran bidang studi perlu mendapat
perhatian konselor.
Secara rinci keterkaitan dan kekhusuan pelayanan pembelajaran
oleh guru dan pelayanan bimbingan dan konseling oleh konselor dapat dilukiskan
dalam matriks 1 berikut.
(1) Dalam Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional
Konselor ini, penggunaan istilah kurikulurm bimbingan dan konseling (Guidance
and Counseling Curriculum) yang lazim di negara lain, memang sengaja
dihindari untuk menangkal masuknya distorsi pemahaman Materi Pengembangan Diri
yang terdapat dalam KTSP.
(2) Jika ditinjau dari hakekat proses konseling yang selalui
ditandai oleh transaksi makna antara konselor dengan konseli sepanjang rentang
perjumpaan konseling, maka yang sebenar-benarnya bersifat responsif secara
utuh, hanyalah interaksi konseling.
FUNGSI, PRINSIP
DAN ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
Pelayanan bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi dan
asas yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling.
Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah:
§ Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan
dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya
(potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi
dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara
dinamis dan konstruktif.
§
Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk
senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya
untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini,
konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri
dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya.
§
Adapun teknik yang
dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok.
Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka
mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya
minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan
pergaulan bebas (free sex)
§
Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang
sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa
berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi
perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara
sinergi sebagai teamworkberkolaborasi atau bekerjasama merencanakan
dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam
upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan
yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi
kelompok atau curah pendapat (brain storming),home room, dan
karyawisata.
§
Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang
bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan
kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi,
sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling,
dan remedial teaching.
§
Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam
membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi,
dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat,
keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini,
konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar
lembaga pendidikan.
§
Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala
Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program
pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan
konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli,
pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara
tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode
dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan
kemampuan dan kecepatan konseli.
§
Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam
membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya
secara dinamis dan konstruktif.
§
Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir,
berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi
(memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang
sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan
mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
§
Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli
dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan
seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
§
Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi
kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli
agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan
produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program
yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli
Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi
atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari
konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian
pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar
Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip
itu adalah:
1.
Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi
semua konseli. Prinsip ini berarti
bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak
bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak,
remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan
lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan
lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2.
Bimbingan dan konseling sebagai proses
individuasi. Setiap konseli
bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli
dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga
berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun
pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3.
Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang
memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang
sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan
tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan
kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun
pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang
untuk berkembang.
4.
Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha
Bersama. Bimbingan
bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan
kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka
bekerja sebagai teamwork.
5.
Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang
Esensial dalam Bimbingan dan konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar
dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan
untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat
penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh
tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan,
menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang
tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan,
tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah
mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil
keputusan.
6.
Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam
Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak
hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga,
perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada
umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi
aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
Keterlaksanaan dan
keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh
diwujudkannya asas-asas berikut.
1.
Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya
segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran
pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak
diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh
memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar
terjamin.
2.
Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya
kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan
yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan
mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3.
Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli
(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak
berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri
maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan
keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya
asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran
pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu
harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4.
Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli
(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing
perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan
dan konseling yang diperuntukan baginya.
5.
Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan
umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang
mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya,
mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru
pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan
konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6.
Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek
sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli)
dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau
kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang
ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7.
Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi
pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu
bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai
dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.
Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan
oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan
terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang
berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus
dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9.
Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama,
hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang
berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai
dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli)
memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan
atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli
dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus
terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan
konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11.
Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli)
mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak
yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang
tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat
mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
PENGERTIAN
BIMBINGAN DAN KONSELING MENURUT PARA AHLI
Pengertian Bimbingan
Dalam
mendefinisikan istilah bimbingan, para ahli bidang bimbingan dan konseling
memberikan pengertian yang berbeda-beda. Meskipun demikian, pengertian yang
mereka sajikan memiliki satu kesamaan arti bahwa bimbingan merupakan suatu
proses pemberian bantuan.
Menurut
Abu Ahmadi (1991: 1), bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada
individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan
diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi
hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik. Hal senada juga
dikemukakan oleh Prayitno dan Erman Amti (2004: 99), Bimbingan adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa
orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang
dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan
memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sementara
Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari
atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu dapat mencapai
kesejahteraan dalam kehidupannya. Chiskolm dalam McDaniel, dalam Prayitno dan
Erman Amti (1994: 94), mengungkapkan bahwa bimbingan diadakan dalam rangka
membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang
dirinya sendiri.
Pengertian Konseling
Konseling
adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antarab dua orang
dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang
dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk
memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa
depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi
untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat
belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan
yang akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).
Jones
(Insano, 2004 : 11) menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu hubungan
profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini
biasanya bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun kadang-kadang
melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu klien memahami dan
memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya, sehingga dapat membuat
pilihan yang bermakna bagi dirinya.
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Pengertian
bimbingan dan konseling adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling (face to face) oleh seorang
ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah
(disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli
serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki dan sarana yang ada,
sehingga individu atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri
untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa
depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan hidup.
BIDANG- BIDANG DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Fenomena-fenomena yang sering terjadi dalam dunia pendidikan bahwa
masyarakat sering menentukan, seorang anak yang belajar disuatu sekolah
dikatakan berhasil jika ia mendapatkan ijasah dan nilai bagus, tanpa
memperhatikan bekal atau keahlian yang dimiliki oleh peserta didik.
Tentunya ini adalah suatu fenomena dari sekian fenomena dunia
pendidikan dinegara kita saat ini. Dengan diperlakukannya kurikulum 2004 pada
saat ini, akan membawa perubahan bagi kemajuan dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan adanya hal ini guru dituntut untuk lebih terampil dalam menyampaikan
suatu metode pembelajaran.
Sama halnya layanan bimbingan dan konseling, yang sesungguhnya upaya
ini tidak bisa terlepas dari kegiatan belajar mengajar disekolah, karena dengan
adanya bimbingan dan konseling disekolah siswa dapat mengenal potensi diri dan
segala komponene yang ada dalam dirinya.
Yang perlu diperhatikan dalam memberikan layanan bimbingan kepada
peserta didik, harus tetap berfokus pada empat jenis layanan bimbingan. Jenis
kegiatan bimbingan dan konseling ini dapat dikelompokkan yaitu :
1. Bidang
Pribadi
Yang notabene harus tetap diberikan kepada seluruh siswa, baik siswa
yang bermasalah atau tidak.
2. Bidang
Sosial
Bidang ini kerap diberikan pada iswa yang merasa kesulitan dalam
membina pergaulan karena beberapa hal, baik dari luar atau dalam.
3. Bidang
Belajar
Yang harus diberikan secara kontinuitas selama kegiatan belajar
berlangsung, setiap guru pembimbing wajib memantau hasil kegiatan belajar siswa
asuhannya, tentu harus kerjasama dengan wali kelas.
4. Bidang Karir
Hendaknya dilakukan dengan obrolan dua arah antara konselor, dalam hal
ini guru pembimbing dengan siswa asuhannya seputar masalah cita-cita berikut
kendala yang dihadapinya.
Deengan upaya ini siswa diharapkan bisa mengukur kemampuan diri,
sehingga potensinya bisa terungkap melalui layanan ini. Bahkan kegiatan layanan
bimbingan dan konseling berjalan baik setiap jenjang tingkatan pendidikan
disekolah, akan terasa besar manfaatnya yang dapat dirasakan oleh berbagai
pihak. Baik masyarakat sekolah, yakni kepala sekolah, guru, siswa, dan orang
tua juga masyarakat luar yang terkadang turut memberikan penilaian terhadap
kualitas seorang lulusan suatu sekolah.
Ketika peserta didik akan melibatkan dirinya dimasyarakat, penilaian
masyarakat tidak lagi hanya berdasarkan pada nilai yang diraih anak tersebut,
tapi langsung life skill yang dimilikinya. Untuk menciptakan ini semuanya
diperlukan kerjasama yang kuat berbagai pihak terkait, baik guru BK, wali
kelas, kepala sekolah, orangtua dan guru.
Sehingga akan optimal layanan bimbingan dan konselingdisetiap jenjang
pendidikan di Indonesia, bisa lebih meningkatkan kualitas pendidikan dan bisa
menghasilkan sumber daya manusia ( SDM ) yang berkualitas.
BUTIR-BUTIR BIDANG BIMBINGAN DAN KONSELING
1. Bidang
Pribadi
a) Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan
wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa.
b) Pemantapan pemahaman
tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif
dan produktif, baik kehidupan sehari-hari maupun untuk peranannya dimasa depan.
c) Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat
pribadi dan penyaluran dan pengembangannya melalui kegiatan-kegiatan yang
kreatif dan produktif
d) Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha
penanggulangannya.
e) Pemanatapan kemampuan mengambil keputusan
f) Pengembangan kemamapuan mengarahkan diri sesuai keputusan yang
telah diambilnya.
g)Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup
sehat,baik secara rohaniah maupun jasmaniah.
2. Bidang Sosial
a) Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan
secara efektif
b) Pemantapan kemampuan menerima dan
mengemukakan pendapat serta berargumentasi secara dinamis kreatif dan
produktif.
c) Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan hubungan
sosial, baik di rumah, di sekolah, di tempat latihan maupun dimasyarakat luas
dengan menjunjung tinggi tata krama, adat istiadat, hukum, ilmu dan
kebiasaan yang berlaku.
d) Pemanatapan hubungan yang dinamis, harmonis dan
produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah lain,
diluar sekolah, maupun dimasyarakat.
e) Pemantapan pemahaman tentang peraturan, kondisi
dan sekolah serta upaya pelaksanaannya secara dinamis dan bertanggung jawab.
f) Orientasi tentang hidup berkeluarga.
3. Bidang Belajar
a) Pemantapan sikap dan
kebiasaan belajar yang efektif dan efisiensi sertab produktif, baik dalam
mencari informasi dari berbagai sumber belajar, bersikap pada guru dan nara
sumber lainnya, mengembangkan ketrampilan belajar, mengerjakan tugas-tugas
pelajaran dan menjalani program penilaian hasil belajar.
b) Pemanatapan disiplin belajar dan berlatih, baik secara mandiri
maupun berkelompok.
c) Pemantapan penguasaan materi program belajar
disekolah sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi dan kesenian
d) Pemantapan pemahaman dan pemanfaatan kondisi
fisik, sosial dan budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat
untuk pengembangan pengetahuan dan kemamapuan serta pengembangan pribadi.
e) Orientasi belajar untuk pendidikan tambahan dan pendidikan
yang lebih tinggi.
4. Bidang Karir
a) Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan
kecenderungan karir yang hendak dikembangkan.
b) Pemantapan Orientasi dan Informasi karir pada
umumnya, khususnya karir yang akan dikembangkan.
c) Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan
usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
d) Orientasi dan informasi terhadap pendidikan yang
lebih tinggi, khususnya sesuai dengan yang hendak dikembangkan.
PERKEMBANGANGAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Perkembangan bimbingan dan konseling di
Amerika
Layanan
bimbingan di Amerika Serikat mulai diberikan oleh Jesse B. Davis pada
sekitar tahun 1898-1907. Beliau bekerja sebagai konselor sekolah menengah di
Detroit. Dalam waktu sepuluh tahun, ia membantu mengatasi masalah-masalah
pendidikan, moral, dan jabatan siswa. Pada tahun 1908, Frank Parsons mendirikan Vocational
Bureau untuk membantu para remaja memilih pekerjaan yang cocok bagi
mereka. Tahun 1910, William Healy mendirikan Juvenile
Psychopathic Institut di Chicago. Tahun 1911, Universitas Harvard
memberikan kuliah bidang bimbingan jabatan dengan dosennya Meyer Blomfield.
Tahun 1912, Grand Rapids, Michigan mendirikan
lembaga bimbingan dalam sistem sekolahnya.Tahun 1913 berdiri National
Vocational Guidance di Grand Rapids.
Perkembangan
bimbingan dan konseling di Amerika Serikat sangat pesat pada awal tahun 1950.
Hal ini ditandai dengan berdirinya APGA (American Personal and Guidance
Association) pada tahun 1952. Selanjutnya, pada bulan Juli 1983 APGA
mengubah namnya menjadi AACD (American Association for Counseling and
Development). Kemudian, satu organisasi lainnya bergabung pula dengan AACD,
yaitu Militery Education (MECA). Dengan demikian, pada saat
ini AACD merupakan organisasi profesional bagi para konselor di Amerika
Serikat, dengan 14 divisi (organisasi khusus) yang tergabung di dalmnya. Di
samping itu, pada setiap negara bagian atau wilayah tertentu terdapat semacam
cabang dari masing-masing organisasi tersebut.
Sebagai
suatu organisasi profesi, AACD ataupun organisasi-organisasi divisinya
mengeluarkan jurnal-jurnal secara berkala. Jurnal-jurnal tersebut di antarnya
(1) Journal of Counseling and Development; (2) Journal
of College Student Personnel; (3) Counselor Education and
Supervision; dan (4) The Career Development Quarterly.
Perkembangan
bimbingan dan konseling di Indonesia
Kegiatan
layanan bimbingan dan konseling di Indonesia lebih banyak dilakukan dalam
kegiatan pendidikan formal di sekolah. Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah
dilaksanakan program bimbingan yang terbatas pada bimbingan akademis. Pada
tahun 1964, lahir Kurikiulum SMA Gaya Baru, dengan keharusan melaksanakan
program bimbingan dan penyuluhan. Tetapi, program ini tidak berkembang karena
kurang persiapan prasyarat, terutama kurangnya tenaga pembimbing yang
profesional. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pada dasawarsa 60-an
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan diteruskan oleh Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (1963) membuka Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan yang
sekarang dikenal di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan nama Jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB).
Setelah
dirintis dalam dekade 60-an, bimbingan dicoba penataannya dalam dekade 70-an.
Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) membawa harapan baru pada
pelaksanaan bimbingan di sekolah karena staf bimbingan memegang peranan penting
dalam sistem sekolah pembangunan. Secara formal bimbingan dan konseling
diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum 1975 yang menyatakan
bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian integral dalam pendidikan di
sekolah. Pada tahun 1975 berdiri ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) di
Malang. IPBI ini memberikan pengaruh terhadap perluasan program bimbingan di
sekolah.
Setelah
melalui penataan, dalam dekade 80-an, bimbingan diupayakan agar lebih mantap.
Pemantapan terutama diusahakan untuk mewujudkan layanan bimbingan yang
profesional. Upaya-upaya dalam dekade ini lebih mengarah pada profesionalitas
yang lebih mantap. Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade
ini adalah penyempurnaan kurikulum dari Kurikulum 1975 ke Kurikulum 1984. Dalam
kurikulum 1984, telah dimasukkan bimbingan karier di dalmnya. Usaha memantapkan
bimbingan terus dilanjutkan dengan diberlakukannya UU No. 2/1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya pada masa yang akan datang.
Penataan
bimbingan terus dilanjutkan dengan dikeluarkannya SK Menpan No. 84/1993 tentang
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam Pasal 3 disebutkan tugas
pokok guru adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan,
evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan
tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung
jawabnya.
Selanjutnya,
pada tahun 2001 terjadi perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).
Pemunculan nama ini dilandasi terutama oleh pemikiran bahwa bimbingan dan
konseling harus tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan
publik.
LANDASAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan
arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan
bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis,
etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama
berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis
tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan
filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran
filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan
bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para
penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson &
Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia
sebagai berikut :
§
Manusia adalah makhluk
rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan
perkembangan dirinya.
§
Manusia dapat belajar
mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan
kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
§
Manusia berusaha
terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui
pendidikan.
§
Manusia dilahirkan
dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk
mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol
keburukan.
§
Manusia memiliki
dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
§
Manusia akan menjalani
tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan
tugas-tugas kehidupannya sendiri.
§
Manusia adalah unik
dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
§
Manusia adalah bebas
merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang
menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah
dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia
itu.
§
Manusia pada
hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia
berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk
melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya
bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang
manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus
mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan
berbagai dimensinya.
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan
(klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi
yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b)
pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e)
kepribadian.
a. Motif dan
Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan
seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan
asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar,
bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil
belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu
dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan
digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari
luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau
aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan
Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang
membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu
yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek
psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat,
kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya
bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan
mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan
dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki
pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya
dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat
kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada
individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan
prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat
berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam
lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas
sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan
baik.dan menjadi tersia-siakan.
c. Perkembangan
Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan
berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga
akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan
kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan
individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari
McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan
individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari
Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang
perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6)
teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang
perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas
perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami
berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat
arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan
faktor pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari
psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan
dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia
mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar
adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah
ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan
pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses
belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang
dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar
terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah
: (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori
Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai
berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan
rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu
penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall
dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian
yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia
menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut
pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu
sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan
diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah
penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian
diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral
maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri,
ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan
antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu
khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya.
Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya
konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya
yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan
atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat
beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori
Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori
Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi
dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari
Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self
dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003)
mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
§
Karakter; yaitu
konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam
memegang pendirian atau pendapat.
§
Temperamen; yaitu
disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
§
Sikap; sambutan
terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
§
Stabilitas emosi;
yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan.
Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
§
Responsibilitas
(tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan
yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau
melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
§
Sosiabilitas; yaitu
disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat
pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang
lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam
upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka
konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang
melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu,
seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan
dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian
hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan
lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya.
Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk
memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang
mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor
kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya.
Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis,
setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik,
yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau
psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.
3. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan
sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu
pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak
lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola
perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya.
Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir
dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan
melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam
proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan
timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat
terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan
dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal
antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki
latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003)
mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi
sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b)
komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e)
kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang
berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering
kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang.
Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu
berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat.
Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif
tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul
ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya
dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana
antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu
sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi
sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima
hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia,
Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling
multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural
sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan
konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu
kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih
berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan
kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional
yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun
prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis
dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan,
wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris
yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan
ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan
dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan
pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat
“multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi
perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi,
ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi,
ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin
ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan
konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori
dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran
kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi
informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak
dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003)
bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan
bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa
sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan
individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap
muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui
internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan
dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam
penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran
konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh
McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai
ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang
bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun
melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks
Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan
menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling
ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan
individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b)
pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan
lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling
ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b)
sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah
dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan
berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya
(termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai
dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan
pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren
bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual.
Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah
menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan
batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang
kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual.
Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling
yang berlandaskan spiritual atau religi.
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan
perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan
konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang
mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.
Casino Review - DrmCadepress - Dr.MD
BalasHapusExperience a world of online 부천 출장안마 gaming at Dr.MD 천안 출장안마 with the Casino 제주도 출장마사지 Lounge experience. 강릉 출장안마 Play games and win real money 밀양 출장안마 with CasinoMent.com!